Cinta Sejati
Disclaimer: Postingan panjang. Harap bersiap-siap meluangkan waktu untuk cerita pendek ini…
Cerita ini merupakan kisah nyata seorang tante yang saya temui di Bali,
tetapi detail yang saya sebutkan mungkin tidak sesuai dengan kisah
aslinya. Saya menuliskan apa yang saya tangkap dari yang diceritakan
tante. Sebut saja Ami (bukan nama sebenarnya). Tante Ami bercerita
mengenai pengalaman hidupnya ketika masa kuliah.
Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Ami
sedang menjalankan semester terakhir dan berusaha menyelesaikan skripsi.
Disaat itu pula, 2 minggu yang akan datang, Ami akan dipersunting oleh
seorang pria yang bernama Iman (bukan nama sebenarnya).
Ami dan Iman telah berpacaran selama 7 tahun. Iman merupakan teman SD
Ami. Mereka telah kenal selama 14 tahun. Masa 7 tahun adalah masa
pertemanan, dan kemudian dilanjutkan ke masa pacaran. Mereka bahkan
telah bertunangan dan 2 minggu ke depan, Ami dan Iman akan melangsungkan
ijab kabul.
Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba Ami dikejutkan oleh suatu berita.
Adiknya Iman: Mbak Ami, Mbak Ami. Mas Iman…Mas Iman….kena musibah!
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
Saat itu Ami tidak mengetahui musibah apa yang menimpa Iman. Kemudian sang adik melanjutkan beritanya…
Adiknya Iman: Mas Iman…kecelakaan…dan..meninggal…
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
…dan Ami kemudian pingsan…
Setelah bangun, Ami dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ami yang shock
berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang
mengalir.
Ketika memandikan jenazahnya, Amit terdiam. Ami memeluk tubuh Iman
yang sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga
akhirnya orang tua Iman mencoba meminta Ami agar tabah menghadapi semua
ini.
Setelah dikuburkan, Ami tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Iman.
Sampai seminggu ke depan, Ami tak punya nafsu makan. Ia hanya makan
sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya
terlantar begitu saja. Orangtua Ami pun semakin cemas melihat sikap
anaknya tersebut.
Akhirnya bapaknya Ami memarahi Ami. Sang bapak sengaja menekan anak
tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ami
kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama
sekali. Rasanya beban Ami belum dikeluarkan.
Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ami menangis. Tumpahlah semua
kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…tiga bulan kemudian…
Skripsi Ami belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak
karena sangat mengerti keadaan Ami. Sepeninggal Iman, Ami masih terus
meratapi dan merasa Iman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya.
Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik
melihat Ami. Satria namanya (bukan nama sebenarnya). Ia tertarik dengan
paras Ami yang manis dan pendiam. Satria pun mencoba mencaritahu tentang
Ami dan ia mendengar kisah Ami lengkap dari teman-temannya.
Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ami, ia coba mendekati
Ami. Ami yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satria.
Beberapa kali ajakan Satria tidak direspon olehnya.
Satria pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ami sedikit luluh. Ami
pun mengajak Satria ke kuburan Iman. Disana Ami meminta Satria minta
ijin kepada Iman untuk berhubungan dengan Ami. Satria yang begitu
menyayangi Ami menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta
minta ijin kepada kuburan Iman.
Masa pacaran Ami dan Satria begitu unik. Setiap ingin pergi berdua,
mereka selalu mampir ke kuburan Iman untuk minta ijin dan memberitahu
bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi
berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Iman di hati Ami tidak
ada yang menggeser. Tetapi Satria pun sangat mengerti hal itu dan tetap
rela bersanding disisi Ami, walaupun sebagai orang kedua dihati Ami.
Setahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ami sudah selesai enam
bulan yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satria pun memutuskan
untuk melamar Ami.
Sebelum melamar Ami, Satria mengunjungi kuburan Iman sendirian. Ini
sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan
tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ami.
Setelah itu Satria pulang, dan malamnya ia melamar Ami.
Ami tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ami masih terkenang
sosok Iman. Ami menceritakan bagaimana perasaannya ke Satria dan
bagaimana posisi Iman dihatinya. Satria menerima semua itu dengan lapang
dada. Baginya, Ami adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ami, ia
akan menuruti semua itu, asalkan Ami bahagia.
Ami pun akhirnya menerima lamaran Satria.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ami dan Satria. Tak
jauh dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto
perkawinan biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang
wajah Ami dan Iman.
Ya, Ami yang masih terus mencintai Iman mengganti foto pasangan
disebelahnya dengan wajah Iman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto
perkawinan Satria dan Ami. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa
yang dibuat oleh Ami. Namun Satria mengijinkan Ami meletakkan foto
tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka.
Bagaimanapun Ami tetap akan mencintai Iman sekaligus mencintai
Satria, suami tercintanya. Dan Satria merupakan pria yang memiliki hati
sejati. Baginya, cinta sejatinya adalah Ami. Apapun yang Ami lakukan, ia
berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu
dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan
sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini…
Mendengar cerita diatas, terus terang saya merasa sedih, terharu,
sekaligus miris. Saya kagum dengan sosok Satria yang ternyata
benar-benar mencintai Tante Ami. Saya juga mengerti kepedihan Tante Ami
ketika ditinggalkan tunangannya. Tentu rasanya sulit ditinggalkan oleh
orang yang sudah membekas dihati.
Akankah ada pria-pria seperti Satria? Saya harap semoga banyak pria
yang akan tetap setia kepada seorang wanita, menerima mereka apa adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar