Sejarah teori ekonomi
Sejarah
Perkembangan Teori Ekonomi
adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu harus dilacak
melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani
kuno sampai era sekarang.
Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan
tentang transaksi ekonomi dan membedakan antara yang bersifat “natural” atau
“unnatural”. Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan
pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya.
Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial
tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan un-natural tak berbatas karena dia
menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang
lain, yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dari transaksi ini disebutkan adalah perdagangan
moneter dan retail yang dia ejek sebagai “unnatural” dan bahkan
tidak bermoral. Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis
Kristen di Abad Pertengahan.
Aristotle
juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi peluang
seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama yang
merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotles.
Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh
berikutnya. Dia sering mendapat julukan sebagai Indian Machiavelli. Dia
adalah professor ilmu politik pada Takshashila University dari India
kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang
dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra
(Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari
Machiavelli’s The Prince.
Banyak
masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai sekarang, termasuk
diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan solid, dan juga
masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu kesejahteraan
seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang dapat
mengikat kebersamaan masyarakat.
Tokoh
pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman di bidang ekonomi. Ibnu
Khaldun dari Tunis (1332-1406) menulis masalah teori ekonomi dan politik
dalam karyanya Prolegomena, menunjukkan bagaimana kepadatan populasi
adalah terkait dengan pembagian tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi yang sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi dalam sebuah
lingkaran. Dia juga memperkenalkan konsep yang biasa disebut dengan
Khaldun-Laffer Curve (keterkaitan antara tingkat pajak dan pendapatan pajak
dalam kurva berbentuk huruf U).
Perintis
pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan debat scholastic
theological selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah tentang
penentuan harga barang. Penganut Katolik dan Protestan terlibat dalam
perdebatan tentang apa itu yang disebut “harga yang adil” di dalam ekonomi
pasar. Kaum skolastik Spanyol di abad 16 mengatakan bahwa harga yang adil tak
lain adalah harga pasar umum dan mereka umumnya mendukung filsafat laissez
faire.
Selanjutnya
pada era Reformation pada 16th century, ide tentang perdagangan bebas muncul
yang kemudian diadopsi secara hukum oleh Hugo de Groot atau Grotius.
Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan awal Renaissance
adalah memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang ditarik pajak untuk
para bangsawan dan gereja.. Pertukaran ekonomi diatur dengan hukum feudal
seperti hak untuk mengumpulkan pajak jalan begitu juga pengaturan asosiasi
pekerja (guild) dan pengaturan religious dalam masalah penyewaan. Kebijakan
ekonomi seperti itu didesain untuk mendorong perdagangan pada wilayah tertentu.
Karena
pentingnya kedudukan sosial, aturan-aturan terkait kemewahan dijalankan,
pengaturan pakaian dan perumahan meliputi gaya yang diperbolehkan, material
yang digunakan dan frekuensi pembelian bagi masing-masing kelas yang berbeda.
Niccolò
Machiavelli dalam
karyanya The Prince adalah penulis pertama yang menyusun teori kebijakan
ekonomi dalam bentuk nasehat. Dia melakukannya dengan menyatakan bahwa para
bangsawan dan republik harus membatasi pengeluarannya, dan mencegah penjarahan
oleh kaum yang punya maupun oleh kaum kebanyakan. Dengan cara itu, maka negara
akan dilihat sebagai “murah hati” karena tidak menjadi beban berat bagi
warganya. Selama masa Early Modern period, mercantilists hampir dapat
merumuskan suatu teori ekonomi tersendiri. Perbedaan ini tercermin dari
munculnya negara bangsa di kawasan Eropa Barat yang menekankan pada balance
of payments. Tahap ini kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari
perkembangan modern capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th
dan 18th, kerap disebut sebagai merchant capitalism dan mercantilism.
Babakan ini terkait dengan geographic discoveries oleh merchant overseas
traders, terutama dari England dan Low Countries; European colonization of the
Americas; dan pertumbuhan yang cepat dari perdagangan luar negeri. Hal ini
memunculkan kelas bourgeoisie dan menenggelamkan feudal system yang ada
sebelumnya.
Mercantilism adalah sebuah sistem perdagangan
untuk profit, meskipun produksi masih dikerjakan dengan non-capitalist
production methods. Karl Polanyi berpendapat bahwa capitalism belum
muncul sampai berdirinya free trade di Britain pada 1830s.Di bawah
mercantilism, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol dari negara
yang memberiikan subsidi dan memonopoli banyak sumberdaya yang akan
menghasilkan banyak keuntungan dari jual-beli bermacam barang. Dibawah
mercantilisme, Guilds menjadi dasar pengatur utama dari sistem ekonomi negara.
Dalam kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilisme adalah :
“the
opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the
banishing of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws;
the improvement and husbanding of the soil; the regulation of prices…”
Diantara
berbagai mercantilist theory salah satunya adalah bullionism, doktrin
yang menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals. Mercantilists
berpendapat bahwa negara seharusnya mengekspor barang lebih banyak dibandingkan
jumlah yang diimport sehingga luar negeri akan membayar selisihnya dalam bentuk
precious metals. Mercantilists juga berpendapat bahwa bahan mentah yang tidak
dapat ditambang dari dalam negeri, maka harus diimport dan mempromosikan
subsidi, seperti penjaminan monopoli protective tariffs, untuk meningkatkan
produksi dalam negeri dari manufactured goods.
Para
perintis mercantilism menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar
negeri sebagai kebijakan utama dari economic policy. Jika sebuah negara tidak
mempunyai supply dari bahan mentahnnya, maka mereka harus mendapatkan koloni
dari mana mereka dapat mengambil bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni berperan
bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga sebagai pasar bagi barang
jadi. Agar tidak terjadi suatu kompetisi, maka koloni harus dicegah untuk
melaksanakan produksi dan berdagang dengan pihak asing lainnya.
Selama
the Enlightenment, physiocrats Perancis adalah yang pertama kali memahami
ekonomi berdiri sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting adalah Francois
Quesnay. Diagram ciptaannya yang terkenal adalah tableau economique,
oleh kawan-kawannya dianggap sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar setelah
tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini dipuji sebagai rintisan awal bagi
pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern, ekonometrik, multiplier Keynes,
analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model keseimbangan umum
Walras.
Tokoh
lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot,
dan Etienne Bonnot de Condillac.
Richard
Cantillon (1680-1734) oleh beberapa sejarawan
ekonomi dianggap sebagai bapak ekonomi yang sebenarnya. Bukunya “Essay on
the Naturof Commerce ini General” (1755, terbit setelah dia wafat)
menekankan pada mekanisme otomatis dalam pasar yakni penawaran dan permintaan,
peran vital dari kewirausahaan, dan analisis inflasi moneter “pra-Austrian”
yang canggih yakni tentang bagaimana inflasi bukan hanya menaikkan harga tetapi
juga mengubah pola pengeluaran.
Jaques
Turgot (1727-81) adalah pendukung laissez
faire, pernah menjadi menteri keuangan dalam pemerintahan Louis XVI dan
membubarkan serikat kerja (guild), menghapus semua larangan perdagangan gandum
dan mempertahankan anggaran berimbang. Dia terkenal dekat dengan raja meskipun
akhirnya dipecat pada tahun 1776. Karyanya “Reflection on the Formation and
Distribution of Wealth” menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang
perekonomian. Sebagai seorang physiocrats, Turgot membela pertanian sebagai
sektor paling produktif dalam ekonomi. Karyanya yang terang ini memberikan
pemahaman yang baik tentang preferensi waktu, kapital dan suku bunga, dan peran
enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.
Etienne
Bonnot de Condillac (1714-80)
adalah orang yang membela Turgot di saat-saat sulit tahun 1775 ketika dia
menghadapi kerusuhan pangan saat menjabat sebagai menteri keuangan. Codillac
juga merupakan seorang pendukung perdagangan bebas. Karyanya “Commerce and
Government” (terbit sebulan sebelum The Wealth of Nation, 1776) mencakup
gagasan ekonomi yang sangat maju. Dia mengakui manufaktur sebagai sektor
produktif, perdagangan sebagai representasi nilai yang tak seimbang dimana
kedua belah pihak bisa mendapat keuntungan, dan mengakui bahwa harga ditentukan
oleh nilai guna, bukan nilai kerja.
Tokoh
lainnya, Anders Chydenius (1729-1803) menulis buku “The National Gain”
pada 1765 yang menerangkan ide tentang kemerdekaan dalam perdagangan dan
industri dan menyelidiki hubungan antara ekonomi dan masyarakat dan meletakkan
dasar liberalism, sebelas tahun sebelum Adam Smith menulis hal yang sama namun
lebih komprehensif dalamThe Wealth of Nations. Menurut Chydenius, democracy,
kesetaraan dan penghormatan pada hak asasi manusia adalah jalan satu-satunya
untuk kemajuan dan kebahagiaan bagi seluruh anggota masyarakat.
Mercantilism
mulai menurun di Great Britain pada pertengahan 18th, ketika sekelompok
economic theorists, dipimpin oleh Adam Smith, menantang dasar-dasar
mercantilist doctrines yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan dari kekayaan
dunia ini adalah tetap sehingga suatu negara hanya dapat meningkatkan
kekayaannya dari pengeluaran negara lainnya.
Meskipun
begitu, di negara-negara yang baru berkembang seperti Prussia dan Russia,
dengan pertumbuhan manufacturing yang masih baru, mercantilism masih berlanjut
sebagai paham utama meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham yang
lebih baru.
Pemikiran
ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith’s The
Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga
memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith
adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan
kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan
mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya
sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith’s
thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri
dengan menjalankan aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri tanpa
harus mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai
“invisible hand” dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar dan
capitalism itu sendiri.
Smith
adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor utama John
Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga
pertengahan abad 19th, berfokus pada “wealth” yang didefinisikannya secara
khusus dalam kaitannya dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut
dengan price.
Pertengahan
abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism yang memberi
kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan
investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh
Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the
factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor
dan routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi
global dari capitalist mode of production.
Hasil
dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist
menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan
mengakibatkan penurunan traditional handicraft skills dari artisans, guilds,
dan journeymen. Juga selama masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan
antara British landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash
crops untuk pasar lebih dari pada yang digunakan untuk feudal manor. Surplus
ini dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture sehingga mendorong
peningkatan mechanization of agriculture.
Peningakatan
industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism. Pertengahan
hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh klasik dari
laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh mercantilism
di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation Acts. Sejalan
dengan ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam Smith dan
David Ricardo, Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi dan
perkembangan market economy.
Pada
abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi
distribusi sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran
socialism dan egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada
logika yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk
menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka
yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist
berlandaskan pada labor theory of value yang dasarnya ditanamkan oleh
classical economists (termasuk Adam Smith) dan kemudian dikembangkan oleh Marx.
Pemikiran Marxist beranggapan bahwa capitalism adalah berlandaskan pada
exploitation kelas pekerja : pendapatan yang diterima mereka selalu lebih rendah
dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih itu diambil oleh
capitalist dalam bentuk profit.
Pada
akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di tangan financiers.
Masa ini biasa disebut sebagai masa “finance capitalism” yang dicirikan
dengan subordination proses produksi ke dalam accumulation of money profits
dalam financial system. Penampakan utama capitalism pada masa ini mencakup establishment
of huge industrial cartels atau monopolies; kepemilikan dan management dari
industry oleh financiers berpisah dari production process; dan pertumbuhan dari
complex system banking, sebuah equity market, dan corporate memegang capital
melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga industri besar dan tanah
menjadi subject of profit dan loss oleh financial speculators. Akhir abad 19th
juga muncul “marginal revolution” yang meningkatkan dasar pemahaman ekonomi
mencakup konsep-konsep seperti marginalism dan opportunity cost. Lebih lanjut,
Carl Menger menyebarkan gagasan tentang kerangka kerja ekonomi sebagai
opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada margins of economic activity.
Akhir
19th dan awal 20th capitalism juga disebutkan segagai era “monopoly
capitalism,” ditandai oleh pergerakan dari laissez-faire phase of capitalism
menjadi the concentration of capital hingga mencapai large monopolistic atau
oligopolistic holdings oleh banks and financiers, dan dicirikan oleh
pertumbuhan corporations dan pembagian labor terpisah dari shareholders,
owners, dan managers.
Perkembangan
selanjutnya ekonomi menjadi lebih bersifat statistical, dan studi tentang
econometrics menjadi penting. Statistik memperlakukan price, unemployment,
money supply dan variabel lainnya serta perbandingan antar variabel-variabel
ini, menjadi sentral dari penulisan ekonomi dan menjadi bahan diskusi utama
dalam lapangan ekonomi. Pada quarter terakhir abad 19th, kemunculan dari large
industrial trusts mendorong legislation di U.S. untuk mengurangi monopolistic
tendencies dari masa ini. Secara berangsur-angsur, U.S. federal government
memainkan peranan yang lebih besar dalam menghasilkan antitrust laws dan
regulation of industrial standards untuk key industries of special public
concern. Pada akhir abad 19th, economic depressions dan boom and bust business
cycles menjadi masalah yang tak terselesaikan. Long Depression dari 1870s dan
1880s dan Great Depression dari 1930s berakibat pada nyaris keseluruhan
capitalist world, dan menghasilkan pembahasan tentang prospek jangka panjang
capitalism. Selama masa 1930s, Marxist commentators seringkali meyakinkan
kemungkinan penurunan atau kegagalan capitalism, dengan merujuk pada kemampuan
Soviet Union untuk menghindari akibat dari global depression.
Macroeconomics
mulai dipisahkan dari microeconomics oleh John Maynard Keynes pada 1920s, dan
menjadi kesepakatan bersama pada 1930s oleh Keynes dan lainnya, terutama John
Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena gagasannya dalam mengatasi Great
Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam gagasan pentingnya keberadaaan
central banking dan campur tangan pemerintah dalam hubungan ekonomi. Karyanya
“General Theory of Employment, Interest and Money” menyampaikan kritik terhadap
ekonomi klasik dan juga mengusulkan metode untuk management of aggregate
demand. Pada masa sesudah global depression pada 1930s, negara memainkan
peranan yang penting pada capitalistic system di hampir sebagian besar kawasan
dunia. Pada 1929, sebagai contoh, total pengeluaran U.S. government (federal,
state, and local) berjumlah kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada 1970s
mereka berjumlah mencapai sepertiga. Peningkatan yang sama tampak pada
industrialized capitalist economies, sepreti France misalnya, telah mencapai
ratios of government expenditures dari GNP yang lebih tinggi dibandingkan
United States. Sistem economies ini seringkali disebut dengan “mixed
economies.”
Selama
periode postwar boom, penampakan yang luasa dari new analytical tools dalam
social sciences dikembangkan untuk menjelaskan social dan economic trends dari
masa ini, mencakup konsep post-industrial society dan welfare statism. Phase
dari capitalism sejak awal masa postwar hingga 1970s memiliki sesuatu yang
kerap disebut sebagai “state capitalism”, terutama oleh Marxian thinkers.
Banyak
economists menggunakan kombinasi dari Neoclassical microeconomics dan Keynesian
macroeconomics. Kombinasi ini, yang sering disebut sebagai Neoclassical
synthesis, dominan pada pengajaran dan kebijakan publik pada masa sesudah World
War II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical mendapat bantahan dari
monetarism, dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s oleh Milton Friedman yang
dikaitkan dengan University of Chicago dan juga supply-side economics.
Pada
akhir abad 20th terdapat pergeseran wilayah kajian dari yang semula berbasis
price menjadi berbasis risk, keberadaan pelaku ekonomi yang tidak sempurna dan
perlakuan terhadap ekonomi seperti biological science, lebih menyerupai norma
evolutionary dibandingkan pertukaran yang abstract. Pemahaman akan risk menjadi
signifikan dipandang sebagai variasi price over time yang ternyata lebih
penting dibanding actual price. Hal ini berlaku pada financial economics dimana
risk-return tradeoffs menjadi keputusan penting yang harus dibuat.
Masa
postwar boom yang lama berakhir pada 1970s dengan adanya economic crises
experienced mengikuti 1973 oil crisis. “stagflation” dari 1970s mendorong
banyak economic commentators politicians untuk memunculkan neoliberal policy
diilhami oleh laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari abad 19th,
terutama dalam pengaruh Friedrich Hayek dan Milton Friedman. Terutama,
monetarism, sebuah theoretical alternative dari Keynesianism yang lebih
compatible dengan laissez-faire, mendapat dukungan yang meningkat increasing
dalam capitalist world, terutama dibawah kepemimpinan Ronald Reagan di U.S. dan
Margaret Thatcher di UK pada 1980s.
Area
perkembangan yang paling pesat kemudian adalah studi tentang informasi dan
keputusan. Contoh pemikiran ini seperti yang dikemukakan oleh Joseph Stiglitz.
Masalah-masalah ketidak-seimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini
seperti karena mempengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema
seperti executive stock options, insurance markets, dan Third-World debt
relief.